Rabu, 27 Oktober 2010

Motivasi Dalam Islam

Dalam Al-qur'an ditemukan beberapa statement baik secara ekplisit maupun emplisit menunjukan beberapa dorongan yang mempengaruhi manusia. Dorongan-dorongan dimaksud dapat berbentuk instingtif dalam bentuk dorongan naluriah, maupun dorongan terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan. Beberapa ayat Al-qur'an antara lain:
  1. Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan apa yang diingini, para perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan (kendaraan yang bagus), itulah kesenangan hidup di dunia; dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. ali Imron 3:14)
  2. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (Q.S. al-Qiyamah 75:20)
  3. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. al-Rum 30:30).1
Selanjutnya untuk memotivasi nonmateriil yang datangnya dari luar diri kita dapat dikemukakan sebagai berikut:
Firman Allah dalam Al-Quran
.....اِنَّ اللهَ لاَ يغُيَرِّ ُمَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأنْفُِسهِم .....
Terjemahnya: …….. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..... (Q.S. ar-Ra'du [13]:11)
Firman Allah diatas jelas merupakan dorongan moril/spiritual untuk kita. Sebagai Muslim, kita akan menerimanya sebagai pendorong untuk mengubah keadaan yang melingkupi diri kita, dari situasi yang tidak kita inginkan.2

  1. Teori Motivasi
Secara garis besar, menurut Gibson (1982), dalam moekrijat (1992), teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) Teori kepuasan (Maslow, Herzberg dan MC Celland); (2) Teori Proses (Vroom).
  1. Teori Kepuasan
Konsep teorinya menjelaskan adanya hirarki kebutuhan yang menunjukan adanya lima keinginan dan kebutuhan manusia.
Kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk suatu hirarki kebutuhan Maslow adalah sebagai berikut:
    1. Teori Maslow
      1. Fisiologi (dasar), seperti: rasa lapar, haus, mengantuk sex.
      2. Keamanan (emosional dan fisik), seperti: keamanan, perlindungan, kehangatan.
      3. Sosial (persamaan kelompok), seperti: kegiatan sosial, pengakuan dari pihak lain, cinta.
      4. Penghargaan (diri dan orang lain), seperti: kepercayaan diri, prestasi,perhatian, penghargaan.penghormatan.
      5. Realisasi diri (pemenuhan, kedewasaan, kearifan), seperti: pertumbuhan, pengembangan diri,penyempurnaan.
Teori Moslow ini terdiri dari dua asumsi dasar yaitu:
        1. Manusia selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan maju.
        2. Manusia selalu berusaha memenuhi yang lebih pokok terlebih dahulu sebelum berusaha memenuhi lainnya, artinya yang lebih mendasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum tambahan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku seseorang.
    1. Teori Herzberg
Berikut teori Herzberg (teori dua faktor tentang motivasi), yaitu:
      1. Faktor yang membuat orang tidak puas
Serangkaian kondisi ektrinsik, terkondisi oleh faktor ekternal, yaitu kondisi pekerjaan yang diharapkan, yang apabila kondisi ini tidak diharapkan, yang apabila kondisi ini tidak tersedia membuat orang tidak puas, tapi bila kondisi ini tersedia tidak akan memotivasi orang untuk bekerja lebih baik.
      1. Faktor yang membuat orang merasa puas
Serangkain kondisi intrinsik, terkondisi oleh faktor internal seseorang, yaitu kondisi sebuah pekerjaan, yang apabila tersedia akan mendorong motivasi kerja, dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas kerja, tapi apabila tidak tersedia, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan atau merusak situasi kerja.
    1. Teori Mc Clelland
Menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang lebih baik dari prestasi karya orang lain. Dalam kaitan ini Mc Clelland mengelompokkan adanya tiga macam kebutuhan, yaitu:
      1. Kebutuhan untuk berprestasi: tercemin dari keinginan dia mengambil tugas yang dia dapat bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya, dia menentukan perbuatan yang wajar dengan menghitungkan resiko-resikonya, dia ingin mendapatkan umpan balik atas perbuatan-perbuatannya dan dia berusaha melakukan segala hal secara kreatif dan inovatif.
      2. Kebutuhan untuk berafilisasi. Kebutuhan ini didasarkan adanya keinginan untuk bersahabat dimana dia lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi dari pekerjaannya, dia lebih senang bekerja sama.
      3. Kebutuhan untuk kekuasaan, kebutuhan ini tercemin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang-orang lain.
  1. Teori Proses
Teori proses mengenai motivasi berusaha menjawab pertanyaan tentang bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu (Gibson, 1982).

  1. Upaya-upaya Untuk Membangkitkan Motivasi
Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang, yaitu; pertama, motivasi yang didasarkan atas ketakutan. Dia melakukan sesuatu karena takut jika tidak, maka sesuatu akan buruk akan terjadi misalnya orang patuh pada orang tua karena wujud berbakti pada orang tua. Motivasi yang kedua adalah karena ingin mencapai sesuatu. Motivasi ini jauh lebih baik lagi dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan didalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu. Sedangkan motivasi yang ketiga adalah motivasi yang didorong oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya untuk bekerja berdasarkan nilai yang diyakininya. Nilai-nilai itu berupa rasa kasih pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh kedepan.3

  1. Konsep Motivasi
Memahami motivasi merupakan satu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling karena beberapa alasan. Yaitu : (1) klein harus didorong untuk bekerjasama dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu, (2) klein harus senantiasa didorong untuk berbuat dan berusaha sesuai dengan tuntutan, (3) motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu. Motivasi mempunyai karakteristik: (1) sebagai hasil dari kebutuhan, (2) terarah pada suatu tujuan, (3) menopang perilaku. Motivasi dapat dijadikan sebagai dasar penafsiran, penjelasan, dan penafsiran perilaku. Motif timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan tindakan yang terarah pada pencapaian suatu tujuan. Dalam bentuk yang sederhana, motivasi dapat digambarkan dalam kerangka :
Motif-----perilaku-----tujuan
Perlu diingat bahwa kerangka ini tidak sederhana yang digambarkan, karena dalam kenyataanya motivasi ini merupakan suatu proses yang komplek, sesuai kompleknya kondisi perilaku manusia dengan segala aspek-aspek yang terkait, baik eksternal maupun internal.
Ada lima hal yang menjadi alasan bahwa motivasi itu merupakan suatu proses yang komplek, yaitu:
  1. Motif yang menjadi sebab tindakan seseorang itu, tidak dapat diamati akan tetapi hanya diperkirakan.
  2. Individu mempunyai kebutuhan atau harapan yang senantiasa berubah dan berkelanjutan.
  3. Manusia memuaskan kebutuhannya dengan bermacam-macam cara.
  4. Kepuasan dalam suatu kebutuhan tertentu dapat mengarah kepada intensitas kebutuhan.
  5. Perilaku yang mengarah kepada tujuan, tidak selamanya dapat menghasilkan kepuasan.
Sesuai dengan kerangka dan kelima alasan di atas, maka dari setiap proses motivasi dan perilaku akan menghasilkan berbagai peristiwa yang bervariasi antara individu satu dengan lainnya, ataupun pada setiap individu dalam waktu dan tempat yang berbeda. Setiap orang selalu terdorong untuk melakukan tindakan yang mengarah pada pencapain tujuan yang telah diinginkan. Bilamana tujuan itu dapat dicapai, maka kemungkinan ia akan memperoleh kepuasan. Akan tetapi, tidak selamanya setiap perbuatan itu dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan menghasilkan kepuasan. Dalam situasi seperti itu individu akan mengalami kegagalan dan merasakan kekecewaan yang selanjutnya dapat menimbulkan suatu keadaan yang disebut frustasi. Dalam keadaan frustasi ini ada dua kemungkinan tindakan sebagai reaksi seseorang terhadap kegagalan dan kekecewaanya, yaitu tindakan yang tergolong konstruktif, tindakan yang tergolong defensif.
Reaksi yang tergolong konstruktif adalah apabila individu mampu menghadapi kegagalan itu secara realistik, dan mampu melakukan tindakan untuk menanggulangi kegagalan secara realistik, dan dibenarkan menurut norma yang berlaku. Reaksi seperti inilah yang paling banyak diharapkan terjadi pada setiap orang. Untuk itu diharapkan agar orang mampu menghadapi sesuatu secara realistis dan rasional. Reaksi yang tergolong defensif, adalah bentuk perilaku reaksi yang ditunjukan untuk mempertahankan atau melindungi dirinya dari kegagalan yang dihadapi. Pada umumnya tindakan defensif ini terjadi dalam keadaan kurang disadari dan kehilangan kontrol diri, sehingga dapat menimbulkan keadaan yang makin sulit dan bahkan menimbulkan gejala-gejala gangguan mental.
Dari bentuk perwujudan, ada beberapa bentuk perilaku defensif sebagai reaksi frustasi yang disebut:
  1. Rasionalisasi, yaitu dengan jalan mencari-cari dalih atau alasan untuk menutupi kegagalannya.
  2. Proteksi, yaitu melempar sebab-sebab kegagalanya kepada pihak diluar dirinya.
  3. Kompensasi, yaitu mencari sukses dalam bidang lain untuk menutupi kegagalan dalam satu bidang,
  4. Regresi, yaitu berperilaku kekanak-kanakan,
  5. Menarik diri, yaitu menghindarkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan baik secara pesikis maupun secara fisik,
  6. Represi, yaitu dengan menekan atau melupakan hal-hal yang tak menyenangkan,
  7. Agresi, yaitu melakukan perlawanan atau penyerangan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai penyebab kegagalanya,
  8. Sublimasi, yaitu dengan mencari penyaluran atau tujuan pengganti,
  9. Cemas dan tak berdaya, yaitu keadaan yang tanpa melakukan apa-apa.4
Dalam konsep islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengoktimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di sisi Allah, seperti diungkapkan dalam ayat berikut:
....يَرْفَعُ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتِ وَاللهُ بِمَا تَعْلَمُوْنَ خَبِيْرٌ
Terjemahnya: "…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. al-Mujadalah 58:11)
Di samping itu banyak sekali, ayat-ayat Al-Qur'an yang mendorong manusia untuk mengembangkan diri dengan memperhatikan ciptaan Allah.5

  1. Klasifikasi Motivasi
Motivasi yang ada pada diri seseorang kadang-kadang timbul dengan sendirinya dan kadang-kadang timbul karena dipengaruhi oleh usaha atau disengaja, maka dengan demikian pembagian motivasi yang diadakan atas fungsinya ada dua macam:
  1. Motivasi Ektrinsik
"yaitu motif-motif yang baru berfungsi kalau memperoleh rangsangan dari luar.
  1. Motivasi Intrinsik
"yaitu motif-motif yang berfungsinya tanpa dirangsang dari luar.

  1. Fungsi Motivasi
Setelah mengetahui tentang definisi dan macam-macan motivasi, kita juga perlu tahu kegunaan atau fungsi motivasi itu, karena merupakan suatu kejanggalan apabila kita telah tahu seluk beluk tentang sesuatu tetapi kita tidak mengetahui fungsinya.
Diantara fungsi motivasi adalah:
  1. Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak
Motif itu dapat berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuasaan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas atau aktifitas.
  1. Menentukan arah perbuatan
Sebagai kompas atau petunjuk arah agar menuju pada sasaran mana yang hendak dicapai.
  1. Menyeleksi perbuatan
Yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.6
Sedangkan menurut Nasution, bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyampaikan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.7
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mancapai tujuan. Rumusan ini mengandung unsur-unsur bahwa motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, motivasi ditandai dengan timbulnya dengan perasaan (afektif), dan motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam dan komponen luar. Komponen dalam terdiri atas kebetulan-kebetulan dan drive, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak di capai.
Motifasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara antara lain dan terutama memenuhi kebutuhan siswa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis. Kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan untuk diterima dan dicintai, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan untuk merealisasikan diri.
Motivasi para remaja ditandai oleh harapan untuk sukses dalam memecahkan masalah tingkah laku, tinjauan masa depan yang optimistis dan prestasi yang akademis, dorongan sosial, dorongan aktivitas, dorongan untuk merasa aman, dorongan untuk materi, dorongan untuk dihargai dan dorongan untuk dimiliki.8
Motivasi sebagai proses mengantarkan anak didik kepada pengalaman atau keilmuan yang memungkinkan mereka dapat belajar . Hal ini sejalan dengan pendapat Winarno Surahmad dalam bukunya yang berjudul Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, yang mengatakan :
“Kadang-kadang suatu proses belajar tidak dapat mencapai hasil yang maksimal disebabkan oleh karena ketidak adaan kekuatan yang mendorong ini (motivasi), dalam hal inilah perlunya guru memasukkan motivasi di dalam mengajarnya”.9
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa motivasi itu perlu sekali di dalam kegiatan belajar mengajar, karena seorang pendidik harus dapat menciptakan lingkungan pendidikan yaitu benar-benar bisa menjadi kemajuan bagi peserta didik. Sebagaimana para tokoh aliran behavioristik mengungkapkan : “motivasi sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan”.10
Jadi maksud dari pendapat aliran bihavioristik di atas bahwa lingkungan belajar dengan kondisi yang baik akan dapat memberikan motivasi tersendiri bagi peserta didik, sehingga peserta didik mau dan dapat belajar dengan baik pula.
Dalam proses belajar mengajar motivasi itu mempunyai peranan atau fungsi yang sangat penting . Lebih lanjut Drs. Mulyadi mengemukakan dalam buku Pengantar Psikologi Belajar, Bahwa ada beberapa fungsi motivasi belajar, yaitu :
  1. Menimbulkan dan menggugah minat murid agar mau belajar.
  2. Menggiatkan semangat belajar murid
  3. Mengikat perhatian murid agar senantiasa terikat pada kegiatan belajar
  4. Menyediakan kondisi yang optimal untuk terjadinya belajar
  5. Membantu murid agar mau dan mampu menentukan serta memiliki jalan atau tingkah laku yang mendukung tercapainya tujuan belajar.11
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa fungsi dari pada motivasi belajar sebagaimana yang tertulis adalah menimbulkan atau menggugah semangat dan minat belajar siswa juga akan membantu siswa memiliki jalan atau tingkah laku yang mendukung pencapaian tujuan belajar mengajar, baik tujuan belajar maupun tujuan hidup.
Disamping itu berdasarkan fungsi dari motivasi tersebut di atas, juga disebutkan bahwa urusan motivasional yang dihadapi guru dalam rangka memilihara suasana belajar yaitu :
          1. Fungsi penggugahan (Arrousal Funtion)
          2. Fungsi pengharapan (Ecpentanci Fungtion)
          3. Fungsi pengganjaran (Incentiv Fungsion)
          4. Fungsi pengaturan tingkah laku (Diciplinari Fungtion)12
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa baik buruknya perilaku / perbuatan seseorang itu tergantung dari motivasi yang melatar belakanginya. Apabila baik motivasinya, maka baik pula perilaku yang ditampakkan dan begitu pula sebaliknya.

  1. Hal-hal Yang Dapat Menimbulkan Motivasi
Dalam tulisan di atas telah dibahas mengenai macam-macam motivasi dan juga fungsi motivasi belajar, seperti yang telah kita ketahui bahwa motivasi secara garis besar ada dua yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi belajar. Amier Dain Indra Kusuma dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pendidikan disebutkan bahwa, hal-hal yang menimbulkan motivasi intrinsik itu adalah sebagai berikut :
  1. Adanya kebutuhan
  2. Adanya pengetahuan tentang kemajuan sendiri
  3. Adanya aspirasi atau cita-cita13
Supaya lebih jelasnya, akan peneliti paparkan dari masing–masing poin di atas
  1. Adanya kebutuhan
Dalam pembahasan kebutuhan ini, tentunya ada kaitanya dengan motivasi, dengan adanya kebutuhan maka seseorang akan melakukan pekerjaan, atau dengan kata lain, apapun diusahakan demi tercapainya kebutuhan atau cita-cita tersebut. Misalnya ; karena orang tua tidak berhasil mencapai cita-citanya dimasa mudanya, maka ia melampiaskan atau mengharapkan putra-putrinya untuk mencapai apa yang dicita-citakan orang tuanya. Atau contoh lain ; orang tua hanya mengikuti kemauan si anak, apapun yang diinginkan oleh anaknya akan dipenuhi.
Hal tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa kebutuhan akan mendorong seseorang untuk berusaha mencapainya.
  1. Adanya kebutuhan
Maksudnya ialah dengan mengetahui hasil-hasil prestasinya sendiri, dengan anak mengetahui hasil prestasi yang mengalami kemajuan atau kemunduran, maka hal ini bisa menjadi pendorong bagi anak atau orang tua untuk lebih giat belajar.
Jadi dengan mengetahui kemampuan dirinya sendiri anak atau orang tua akan merasa untuk meningkatkan usaha-usaha guna menambah pengetahuannya.
  1. Adanya asprasi atau cita-cita
Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu atau sosial tidak akan bisa terlepas dari keinginan atau cita-cita, sedangkan cita-cita itu pasti ada pada diri manusia. Hal ini tergantung dari tingkatan umur serta kelas sosial. Namun dalam kenyataannya cita-cita anak kecil harus mendapat dukungan dari orang tua, begitu pula sebaliknya orang tua tidak bisa memaksakan yang diinginkanya tanpa mau melihat kemampuan serta kemauan anak.
Dari uraian di atas, sudah dijelaskan bahwa ada hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi baik itu bagi anak atau orang tua sebagai pendidik dirumah.
Adapun hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi antara lain:
  1. Ganjaran
Menurut Amier Dien Indra Kusuma bahwa :
“Ganjaran disamping sebagai alat pendidikan reprensif yang bersifat positif ganjaran juga merupakan alat motivasi, yaitu alat yang bisa menimbulkan motivasi ekstrinsik”.14
  1. Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menumbuhkan nestapa dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatanya, di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.
Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa hukuman sebagai alat pendidikan yaitu hukuman dilaksanakan untuk menyadarkan anak, yakni menyadarkannya dari perbuatanya yang melanggar aturan. Disamping sebagai alat pendidikan, hukuman juga menjadi alat motivasi, sebagaimana diungkapkan oleh Amier Daien Kusuma :
“Murid yang pernah mendapatkan hukuman karena kelalaiannya, tidak mengerjakan suatu tugas, maka ia akan berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya, agar tehindar dari bahaya hukuman”.15
Jadi dengan adanya hukuman seseorang diharapkan bisa maksimal dalam melaksanakan sesuatu, kalau anak/siswa bisa mendorong untuk selalu belajar, agar diri mereka terhindar dari hukuman. Hal di atas berbeda dengan pendapat Sukarto Indra Fachrudi, beliu mengatakan bahwa, “sebenarnya penggunaan hukuman sebagai motivasi yang bersifat ekstrinsik kurang dapat dibenarkan secara pedagogis pada zaman sekarang”.16 

Kajian Tentang Tujuan Pendidikan dan Pengajaran Sebagai Dasar Motivasi

Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan diartikan sebagai usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subjek belajar, setelah menyelesaikan/memperoleh pengalaman belajar. Winarno Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif adalah harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Dengan demikian, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan/diinginkan dari subjek belajar, sehingga memberi arah, ke mana kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa dan dilaksanakan. Oleh karenanya tujuan itu perlu dirumuskan dan harus memiliki diskripsi yang jelas.
Ada tiga alasan mengapa tujuan pendidikan dan pengajaran perlu durumuskan:
        1. Jika sesuatu pekerjaan atau tugas tidak di sertai tujuan yang jelas dan benar, maka akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan setrategi yang hendak ditempuh dan dicapai.
        2. Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penilian hasil belajar sesuai dengan harapan yang hendak dikehendaki dari subjek belajar.
        3. Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi siswa/ subjek belajar dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajarnya.
Jadi rumusan tujuan senantiasa merupakan suatu alat yang sangat bermanfaat dalam perencanaan, implementasi penilian suatu program belajar mengajar.
Tujuan akhir dan tujuan intermedier sebagai dasar motivasi
    1. Tujuan akhir sebagai dasar filosofis
Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Pedoman itu akan cenderung bersifat filosofis dan juga politis. Karena menurut lazimnya tujuan itu ditetapkan sebagai peraturan atau undang-undang. Bagi Indonesia telah di tetapkan dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional secara umum, yakni Pendidikan Nasional Pancasila. Dari undang-undang atau kebijakan, dalam pendidikan, akan dipancarkan kedalam ketentuan-ketentuan bagi tujuan-tujuan lembaga tertentu, misalnya lembaga pendidikan tinggi, lembaga pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, pendidikan angkatan bersenjata, kejuruan dan sebagainya. Maksud dari itu semua adalah untuk memberikan secara umum tentang kualitas manusia yang dicita-citakan, sebagai hasil pengalaman edukatifnya pada lembaga-lembaga tersebut.
Pada Undang-Undang pendidikan dan Pengajaran Replubik Indonesia Serikat No. 4/1950 yang kemudian menjadi UU Pendidikan dan Pengajaran RI No. 12/1954, pada bab II pasal 3, menyebutkan tujuan pendidikan dan pengajaran: "Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air".
Dari runusan tujuan tersebut dapat diberikan penjelasan secara rinci, bahwa prinsip untuk membentuk manusia atau warga negara memiliki kriteria sebagai berikut:
          1. Susila: berbudi luhur, tenggang rasa, takwa kepada Tuhan YME, mempertinggi budi pekerti.
          2. Cakap: memiliki pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan dapat mengembangkan kreativitas.
          3. Sosial: sikap demokratis, mencintai sesama manusia, mempertebal semangat
            1. Kebangsaan
Dalam unsur demokratis akan didapat tiga prinsip, yaitu:
              1. Rasa hormat terhadap pribadi atau harkat sesama manusia;
              2. Kepercayaan bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran;
              3. Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan umum.
            1. Tujuan Intermedier sebagai motivasi operasional
Untuk mencapai tujuan, yakni terbentuknya manusia-maanusia yang menemukan jati dirinya, manusia-manusia dengan ciri-ciri sebagaimana dikemukakan di atas, memerlukan kerja serius, efisien, sistematis dan materi atau komponen-komponen yang relevan. Dengan demikian, diharapkan tujuan yang bersifat normatif, sangat umum dan luas itu mendapat bentuk yang nyata. Pemikiran mengenai cara tersebut akan menghasilkan bentuk organisasi beserta pengaturanya, yang secara umum disebut kurikulum. Kurikulum ini menjadi pedoman praktis dalam upaya melaksanakan tercapainya tujuan pengajaran. Berdasarkan kurikulum itu kemudian dibuat pedoman khusus, misalnya silabus, rencana pelajaran terurai, dan lain-lain. Namun demikian harus juga diingat bahwa petunjuk atau pedoman-pedoman khusus tersebut tidak mungkin dibuat sedemikian khusus dan terincinya sehingga meliputi setiap kemungkinan situasi yang dihadapi oleh setiap guru dalam setiap peristiwa mengajar untuk setiap siswa.
Dalam kaitan ini, maka dituntut adanya keaktifan guru untuk dapat menerjemahkan sendiri jiwa yang terkandung dalam tujuan yang dirumuskan secara umum dan luas itu, kedalam bentuk-bentuk yang lebih khusus. Guru harus dapat menafsirkan dengan tujuan-tujuan itu kedalam bahasa kejuruan. Cara untuk menggolongkan dari berbagai tujuan agar menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus dan konkrit dan taksonomi adalah merupakan cara klasifikasi yang logis dan fungsional. Dikatan logis dan fungsional maksudnya, tujuan-tujuan khusus itu akan menuju ketujuan akhir. Dengan cara demikian, guru akan memperoleh serangkaian tujuan yang relatif lebih mudah untuk dicapai dan dinilai.17

      1. Proses Membuat Pilihan dan Keputusan
  1. Dalam rangkain proses pemenuhan felt-needs-nya individu pada umumnya dihadapkan kepada sejumlah alternatif, dalam aspek maupun dalam tahapan:
  1. Instrumental behavior-nya (kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat ditempuh); dan
  2. Goal atau Incentive-nya (kemungkinan-kemungkinan sasaran, atau tujuan yang hendak dicapai)
  1. Mengingat hal tersebut di atas, individu diharuskan oleh situasinya untuk mengadakan pilihan diantara alternatif yang ada. Dalam hal ini faktor-faktor:
  1. Pertimbangan untung rugi (cost-benefit) dari setiap alternatif secara rasional diuji; disamping itu.
  2. Kemauan (the willingness) dan kata hati (the conscince of man) juga menentukan dalam proses pemilihan dan mengambil keputusan itu, karena resiko (akibat)-nya juga harus ditanggung. Dalam hal tertentu bentuk resiko tesebut kadang-kadang akan sampai kepada kemungkinan kehilangan kedudukan, kesempatan, harta benda, keluarga, bahkan jiwa dan raganya.
  1. Seandainya, individu menghadapi alternatif-alternatif yang mengandung motif-motif atau resiko untung-rugi atau positif-negatif yang sama kuatnya, dan proses pemilihan dan pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan dengan segera, maka dalam diri individu yang bersangkutan akan terjadi perang batin yang tidak berkesudahan dan berkeputusan (psychological conflict)
Sesuai dengan sifat atau resikonya dari setiap alternatif, ia akan mengalami kemungkinan:
  1. Approach-approach confict (kalau semua alternatif yang ada, sama-sama dikehendaki karena mengandung resiko yang sama-sama positif); atau
  2. Avoidance-avoidance confict (kalau semua alternatif yang ada, sama-sama tidak dikehendaki karena mengandung resiko yang sama-sama negatif); atau
  3. Approach-avoidance confict (kalau alternatif tertentu yang dikehendaki mengandung resiko yang positif, tetapi juga sekaligus negatif yang sama kuatnya).18

1 Abdul Rohman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta, Prenada Media Kencana, 2004), h.127-149.
2 Tuwuh Trisnayadi, Menggapai Cita-cita (Yogyakarta, Pustaka Insan Madani, 2007), h. 36.
311Sobri, Jihad, Rochman, Pengelolaan Pendidikan, 24-33.
4 Mohamad Surya, Psikologi Konseling (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003), h.106-109.
5 Rahman Shaleh,Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persepektif Islam, 145.
6 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung : Rosdakarya, 2000), h. 70-71.
7 Nasution, Diktatik, Asas-asas Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 75.
8 Oemar Hamatik, Psikologi Belajar dan Mengajar (t.t.p.,: Sinar Baru Algensi, 2007), h. 186-187.
9 Winarno Surahmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar (Bandung : Tarsito, 1984), h. 66.
10 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar (Malang : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1984), h. 33.
11 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar, 33.
12 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar, 35.
13 Amier Dain Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya : Usaha Nasional, 1973), h. 163.
14 Amier Dien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, 164.
15 Amier Daien Indra Kusuma Pengantar Ilmu Pendidikan, 147.
16 Sukarto Indra Fachrudi dan Kasmiran Woeryo, Pengantar Psikolog Pendidikan (Malang : LP. IKIP, 1972), h. 81.
17 Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), h. 57-63.
18 Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, 41-42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar