Rabu, 27 Oktober 2010

Motivasi Dalam Islam

Dalam Al-qur'an ditemukan beberapa statement baik secara ekplisit maupun emplisit menunjukan beberapa dorongan yang mempengaruhi manusia. Dorongan-dorongan dimaksud dapat berbentuk instingtif dalam bentuk dorongan naluriah, maupun dorongan terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan. Beberapa ayat Al-qur'an antara lain:
  1. Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan apa yang diingini, para perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan (kendaraan yang bagus), itulah kesenangan hidup di dunia; dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. ali Imron 3:14)
  2. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (Q.S. al-Qiyamah 75:20)
  3. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. al-Rum 30:30).1
Selanjutnya untuk memotivasi nonmateriil yang datangnya dari luar diri kita dapat dikemukakan sebagai berikut:
Firman Allah dalam Al-Quran
.....اِنَّ اللهَ لاَ يغُيَرِّ ُمَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأنْفُِسهِم .....
Terjemahnya: …….. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..... (Q.S. ar-Ra'du [13]:11)
Firman Allah diatas jelas merupakan dorongan moril/spiritual untuk kita. Sebagai Muslim, kita akan menerimanya sebagai pendorong untuk mengubah keadaan yang melingkupi diri kita, dari situasi yang tidak kita inginkan.2

  1. Teori Motivasi
Secara garis besar, menurut Gibson (1982), dalam moekrijat (1992), teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) Teori kepuasan (Maslow, Herzberg dan MC Celland); (2) Teori Proses (Vroom).
  1. Teori Kepuasan
Konsep teorinya menjelaskan adanya hirarki kebutuhan yang menunjukan adanya lima keinginan dan kebutuhan manusia.
Kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk suatu hirarki kebutuhan Maslow adalah sebagai berikut:
    1. Teori Maslow
      1. Fisiologi (dasar), seperti: rasa lapar, haus, mengantuk sex.
      2. Keamanan (emosional dan fisik), seperti: keamanan, perlindungan, kehangatan.
      3. Sosial (persamaan kelompok), seperti: kegiatan sosial, pengakuan dari pihak lain, cinta.
      4. Penghargaan (diri dan orang lain), seperti: kepercayaan diri, prestasi,perhatian, penghargaan.penghormatan.
      5. Realisasi diri (pemenuhan, kedewasaan, kearifan), seperti: pertumbuhan, pengembangan diri,penyempurnaan.
Teori Moslow ini terdiri dari dua asumsi dasar yaitu:
        1. Manusia selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan maju.
        2. Manusia selalu berusaha memenuhi yang lebih pokok terlebih dahulu sebelum berusaha memenuhi lainnya, artinya yang lebih mendasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum tambahan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku seseorang.
    1. Teori Herzberg
Berikut teori Herzberg (teori dua faktor tentang motivasi), yaitu:
      1. Faktor yang membuat orang tidak puas
Serangkaian kondisi ektrinsik, terkondisi oleh faktor ekternal, yaitu kondisi pekerjaan yang diharapkan, yang apabila kondisi ini tidak diharapkan, yang apabila kondisi ini tidak tersedia membuat orang tidak puas, tapi bila kondisi ini tersedia tidak akan memotivasi orang untuk bekerja lebih baik.
      1. Faktor yang membuat orang merasa puas
Serangkain kondisi intrinsik, terkondisi oleh faktor internal seseorang, yaitu kondisi sebuah pekerjaan, yang apabila tersedia akan mendorong motivasi kerja, dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas kerja, tapi apabila tidak tersedia, tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan atau merusak situasi kerja.
    1. Teori Mc Clelland
Menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang lebih baik dari prestasi karya orang lain. Dalam kaitan ini Mc Clelland mengelompokkan adanya tiga macam kebutuhan, yaitu:
      1. Kebutuhan untuk berprestasi: tercemin dari keinginan dia mengambil tugas yang dia dapat bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya, dia menentukan perbuatan yang wajar dengan menghitungkan resiko-resikonya, dia ingin mendapatkan umpan balik atas perbuatan-perbuatannya dan dia berusaha melakukan segala hal secara kreatif dan inovatif.
      2. Kebutuhan untuk berafilisasi. Kebutuhan ini didasarkan adanya keinginan untuk bersahabat dimana dia lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi dari pekerjaannya, dia lebih senang bekerja sama.
      3. Kebutuhan untuk kekuasaan, kebutuhan ini tercemin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang-orang lain.
  1. Teori Proses
Teori proses mengenai motivasi berusaha menjawab pertanyaan tentang bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu (Gibson, 1982).

  1. Upaya-upaya Untuk Membangkitkan Motivasi
Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang, yaitu; pertama, motivasi yang didasarkan atas ketakutan. Dia melakukan sesuatu karena takut jika tidak, maka sesuatu akan buruk akan terjadi misalnya orang patuh pada orang tua karena wujud berbakti pada orang tua. Motivasi yang kedua adalah karena ingin mencapai sesuatu. Motivasi ini jauh lebih baik lagi dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan didalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu. Sedangkan motivasi yang ketiga adalah motivasi yang didorong oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya untuk bekerja berdasarkan nilai yang diyakininya. Nilai-nilai itu berupa rasa kasih pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh kedepan.3

  1. Konsep Motivasi
Memahami motivasi merupakan satu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling karena beberapa alasan. Yaitu : (1) klein harus didorong untuk bekerjasama dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu, (2) klein harus senantiasa didorong untuk berbuat dan berusaha sesuai dengan tuntutan, (3) motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu. Motivasi mempunyai karakteristik: (1) sebagai hasil dari kebutuhan, (2) terarah pada suatu tujuan, (3) menopang perilaku. Motivasi dapat dijadikan sebagai dasar penafsiran, penjelasan, dan penafsiran perilaku. Motif timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan tindakan yang terarah pada pencapaian suatu tujuan. Dalam bentuk yang sederhana, motivasi dapat digambarkan dalam kerangka :
Motif-----perilaku-----tujuan
Perlu diingat bahwa kerangka ini tidak sederhana yang digambarkan, karena dalam kenyataanya motivasi ini merupakan suatu proses yang komplek, sesuai kompleknya kondisi perilaku manusia dengan segala aspek-aspek yang terkait, baik eksternal maupun internal.
Ada lima hal yang menjadi alasan bahwa motivasi itu merupakan suatu proses yang komplek, yaitu:
  1. Motif yang menjadi sebab tindakan seseorang itu, tidak dapat diamati akan tetapi hanya diperkirakan.
  2. Individu mempunyai kebutuhan atau harapan yang senantiasa berubah dan berkelanjutan.
  3. Manusia memuaskan kebutuhannya dengan bermacam-macam cara.
  4. Kepuasan dalam suatu kebutuhan tertentu dapat mengarah kepada intensitas kebutuhan.
  5. Perilaku yang mengarah kepada tujuan, tidak selamanya dapat menghasilkan kepuasan.
Sesuai dengan kerangka dan kelima alasan di atas, maka dari setiap proses motivasi dan perilaku akan menghasilkan berbagai peristiwa yang bervariasi antara individu satu dengan lainnya, ataupun pada setiap individu dalam waktu dan tempat yang berbeda. Setiap orang selalu terdorong untuk melakukan tindakan yang mengarah pada pencapain tujuan yang telah diinginkan. Bilamana tujuan itu dapat dicapai, maka kemungkinan ia akan memperoleh kepuasan. Akan tetapi, tidak selamanya setiap perbuatan itu dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan menghasilkan kepuasan. Dalam situasi seperti itu individu akan mengalami kegagalan dan merasakan kekecewaan yang selanjutnya dapat menimbulkan suatu keadaan yang disebut frustasi. Dalam keadaan frustasi ini ada dua kemungkinan tindakan sebagai reaksi seseorang terhadap kegagalan dan kekecewaanya, yaitu tindakan yang tergolong konstruktif, tindakan yang tergolong defensif.
Reaksi yang tergolong konstruktif adalah apabila individu mampu menghadapi kegagalan itu secara realistik, dan mampu melakukan tindakan untuk menanggulangi kegagalan secara realistik, dan dibenarkan menurut norma yang berlaku. Reaksi seperti inilah yang paling banyak diharapkan terjadi pada setiap orang. Untuk itu diharapkan agar orang mampu menghadapi sesuatu secara realistis dan rasional. Reaksi yang tergolong defensif, adalah bentuk perilaku reaksi yang ditunjukan untuk mempertahankan atau melindungi dirinya dari kegagalan yang dihadapi. Pada umumnya tindakan defensif ini terjadi dalam keadaan kurang disadari dan kehilangan kontrol diri, sehingga dapat menimbulkan keadaan yang makin sulit dan bahkan menimbulkan gejala-gejala gangguan mental.
Dari bentuk perwujudan, ada beberapa bentuk perilaku defensif sebagai reaksi frustasi yang disebut:
  1. Rasionalisasi, yaitu dengan jalan mencari-cari dalih atau alasan untuk menutupi kegagalannya.
  2. Proteksi, yaitu melempar sebab-sebab kegagalanya kepada pihak diluar dirinya.
  3. Kompensasi, yaitu mencari sukses dalam bidang lain untuk menutupi kegagalan dalam satu bidang,
  4. Regresi, yaitu berperilaku kekanak-kanakan,
  5. Menarik diri, yaitu menghindarkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan baik secara pesikis maupun secara fisik,
  6. Represi, yaitu dengan menekan atau melupakan hal-hal yang tak menyenangkan,
  7. Agresi, yaitu melakukan perlawanan atau penyerangan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai penyebab kegagalanya,
  8. Sublimasi, yaitu dengan mencari penyaluran atau tujuan pengganti,
  9. Cemas dan tak berdaya, yaitu keadaan yang tanpa melakukan apa-apa.4
Dalam konsep islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengoktimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di sisi Allah, seperti diungkapkan dalam ayat berikut:
....يَرْفَعُ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتِ وَاللهُ بِمَا تَعْلَمُوْنَ خَبِيْرٌ
Terjemahnya: "…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. al-Mujadalah 58:11)
Di samping itu banyak sekali, ayat-ayat Al-Qur'an yang mendorong manusia untuk mengembangkan diri dengan memperhatikan ciptaan Allah.5

  1. Klasifikasi Motivasi
Motivasi yang ada pada diri seseorang kadang-kadang timbul dengan sendirinya dan kadang-kadang timbul karena dipengaruhi oleh usaha atau disengaja, maka dengan demikian pembagian motivasi yang diadakan atas fungsinya ada dua macam:
  1. Motivasi Ektrinsik
"yaitu motif-motif yang baru berfungsi kalau memperoleh rangsangan dari luar.
  1. Motivasi Intrinsik
"yaitu motif-motif yang berfungsinya tanpa dirangsang dari luar.

  1. Fungsi Motivasi
Setelah mengetahui tentang definisi dan macam-macan motivasi, kita juga perlu tahu kegunaan atau fungsi motivasi itu, karena merupakan suatu kejanggalan apabila kita telah tahu seluk beluk tentang sesuatu tetapi kita tidak mengetahui fungsinya.
Diantara fungsi motivasi adalah:
  1. Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak
Motif itu dapat berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuasaan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas atau aktifitas.
  1. Menentukan arah perbuatan
Sebagai kompas atau petunjuk arah agar menuju pada sasaran mana yang hendak dicapai.
  1. Menyeleksi perbuatan
Yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.6
Sedangkan menurut Nasution, bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyampaikan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.7
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mancapai tujuan. Rumusan ini mengandung unsur-unsur bahwa motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, motivasi ditandai dengan timbulnya dengan perasaan (afektif), dan motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam dan komponen luar. Komponen dalam terdiri atas kebetulan-kebetulan dan drive, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak di capai.
Motifasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara antara lain dan terutama memenuhi kebutuhan siswa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis. Kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan untuk diterima dan dicintai, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan untuk merealisasikan diri.
Motivasi para remaja ditandai oleh harapan untuk sukses dalam memecahkan masalah tingkah laku, tinjauan masa depan yang optimistis dan prestasi yang akademis, dorongan sosial, dorongan aktivitas, dorongan untuk merasa aman, dorongan untuk materi, dorongan untuk dihargai dan dorongan untuk dimiliki.8
Motivasi sebagai proses mengantarkan anak didik kepada pengalaman atau keilmuan yang memungkinkan mereka dapat belajar . Hal ini sejalan dengan pendapat Winarno Surahmad dalam bukunya yang berjudul Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, yang mengatakan :
“Kadang-kadang suatu proses belajar tidak dapat mencapai hasil yang maksimal disebabkan oleh karena ketidak adaan kekuatan yang mendorong ini (motivasi), dalam hal inilah perlunya guru memasukkan motivasi di dalam mengajarnya”.9
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa motivasi itu perlu sekali di dalam kegiatan belajar mengajar, karena seorang pendidik harus dapat menciptakan lingkungan pendidikan yaitu benar-benar bisa menjadi kemajuan bagi peserta didik. Sebagaimana para tokoh aliran behavioristik mengungkapkan : “motivasi sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan”.10
Jadi maksud dari pendapat aliran bihavioristik di atas bahwa lingkungan belajar dengan kondisi yang baik akan dapat memberikan motivasi tersendiri bagi peserta didik, sehingga peserta didik mau dan dapat belajar dengan baik pula.
Dalam proses belajar mengajar motivasi itu mempunyai peranan atau fungsi yang sangat penting . Lebih lanjut Drs. Mulyadi mengemukakan dalam buku Pengantar Psikologi Belajar, Bahwa ada beberapa fungsi motivasi belajar, yaitu :
  1. Menimbulkan dan menggugah minat murid agar mau belajar.
  2. Menggiatkan semangat belajar murid
  3. Mengikat perhatian murid agar senantiasa terikat pada kegiatan belajar
  4. Menyediakan kondisi yang optimal untuk terjadinya belajar
  5. Membantu murid agar mau dan mampu menentukan serta memiliki jalan atau tingkah laku yang mendukung tercapainya tujuan belajar.11
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa fungsi dari pada motivasi belajar sebagaimana yang tertulis adalah menimbulkan atau menggugah semangat dan minat belajar siswa juga akan membantu siswa memiliki jalan atau tingkah laku yang mendukung pencapaian tujuan belajar mengajar, baik tujuan belajar maupun tujuan hidup.
Disamping itu berdasarkan fungsi dari motivasi tersebut di atas, juga disebutkan bahwa urusan motivasional yang dihadapi guru dalam rangka memilihara suasana belajar yaitu :
          1. Fungsi penggugahan (Arrousal Funtion)
          2. Fungsi pengharapan (Ecpentanci Fungtion)
          3. Fungsi pengganjaran (Incentiv Fungsion)
          4. Fungsi pengaturan tingkah laku (Diciplinari Fungtion)12
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa baik buruknya perilaku / perbuatan seseorang itu tergantung dari motivasi yang melatar belakanginya. Apabila baik motivasinya, maka baik pula perilaku yang ditampakkan dan begitu pula sebaliknya.

  1. Hal-hal Yang Dapat Menimbulkan Motivasi
Dalam tulisan di atas telah dibahas mengenai macam-macam motivasi dan juga fungsi motivasi belajar, seperti yang telah kita ketahui bahwa motivasi secara garis besar ada dua yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi belajar. Amier Dain Indra Kusuma dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pendidikan disebutkan bahwa, hal-hal yang menimbulkan motivasi intrinsik itu adalah sebagai berikut :
  1. Adanya kebutuhan
  2. Adanya pengetahuan tentang kemajuan sendiri
  3. Adanya aspirasi atau cita-cita13
Supaya lebih jelasnya, akan peneliti paparkan dari masing–masing poin di atas
  1. Adanya kebutuhan
Dalam pembahasan kebutuhan ini, tentunya ada kaitanya dengan motivasi, dengan adanya kebutuhan maka seseorang akan melakukan pekerjaan, atau dengan kata lain, apapun diusahakan demi tercapainya kebutuhan atau cita-cita tersebut. Misalnya ; karena orang tua tidak berhasil mencapai cita-citanya dimasa mudanya, maka ia melampiaskan atau mengharapkan putra-putrinya untuk mencapai apa yang dicita-citakan orang tuanya. Atau contoh lain ; orang tua hanya mengikuti kemauan si anak, apapun yang diinginkan oleh anaknya akan dipenuhi.
Hal tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa kebutuhan akan mendorong seseorang untuk berusaha mencapainya.
  1. Adanya kebutuhan
Maksudnya ialah dengan mengetahui hasil-hasil prestasinya sendiri, dengan anak mengetahui hasil prestasi yang mengalami kemajuan atau kemunduran, maka hal ini bisa menjadi pendorong bagi anak atau orang tua untuk lebih giat belajar.
Jadi dengan mengetahui kemampuan dirinya sendiri anak atau orang tua akan merasa untuk meningkatkan usaha-usaha guna menambah pengetahuannya.
  1. Adanya asprasi atau cita-cita
Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu atau sosial tidak akan bisa terlepas dari keinginan atau cita-cita, sedangkan cita-cita itu pasti ada pada diri manusia. Hal ini tergantung dari tingkatan umur serta kelas sosial. Namun dalam kenyataannya cita-cita anak kecil harus mendapat dukungan dari orang tua, begitu pula sebaliknya orang tua tidak bisa memaksakan yang diinginkanya tanpa mau melihat kemampuan serta kemauan anak.
Dari uraian di atas, sudah dijelaskan bahwa ada hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi baik itu bagi anak atau orang tua sebagai pendidik dirumah.
Adapun hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi antara lain:
  1. Ganjaran
Menurut Amier Dien Indra Kusuma bahwa :
“Ganjaran disamping sebagai alat pendidikan reprensif yang bersifat positif ganjaran juga merupakan alat motivasi, yaitu alat yang bisa menimbulkan motivasi ekstrinsik”.14
  1. Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menumbuhkan nestapa dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatanya, di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.
Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa hukuman sebagai alat pendidikan yaitu hukuman dilaksanakan untuk menyadarkan anak, yakni menyadarkannya dari perbuatanya yang melanggar aturan. Disamping sebagai alat pendidikan, hukuman juga menjadi alat motivasi, sebagaimana diungkapkan oleh Amier Daien Kusuma :
“Murid yang pernah mendapatkan hukuman karena kelalaiannya, tidak mengerjakan suatu tugas, maka ia akan berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya, agar tehindar dari bahaya hukuman”.15
Jadi dengan adanya hukuman seseorang diharapkan bisa maksimal dalam melaksanakan sesuatu, kalau anak/siswa bisa mendorong untuk selalu belajar, agar diri mereka terhindar dari hukuman. Hal di atas berbeda dengan pendapat Sukarto Indra Fachrudi, beliu mengatakan bahwa, “sebenarnya penggunaan hukuman sebagai motivasi yang bersifat ekstrinsik kurang dapat dibenarkan secara pedagogis pada zaman sekarang”.16 

Kajian Tentang Tujuan Pendidikan dan Pengajaran Sebagai Dasar Motivasi

Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan diartikan sebagai usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subjek belajar, setelah menyelesaikan/memperoleh pengalaman belajar. Winarno Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif adalah harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Dengan demikian, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan/diinginkan dari subjek belajar, sehingga memberi arah, ke mana kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa dan dilaksanakan. Oleh karenanya tujuan itu perlu dirumuskan dan harus memiliki diskripsi yang jelas.
Ada tiga alasan mengapa tujuan pendidikan dan pengajaran perlu durumuskan:
        1. Jika sesuatu pekerjaan atau tugas tidak di sertai tujuan yang jelas dan benar, maka akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan setrategi yang hendak ditempuh dan dicapai.
        2. Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penilian hasil belajar sesuai dengan harapan yang hendak dikehendaki dari subjek belajar.
        3. Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi siswa/ subjek belajar dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajarnya.
Jadi rumusan tujuan senantiasa merupakan suatu alat yang sangat bermanfaat dalam perencanaan, implementasi penilian suatu program belajar mengajar.
Tujuan akhir dan tujuan intermedier sebagai dasar motivasi
    1. Tujuan akhir sebagai dasar filosofis
Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Pedoman itu akan cenderung bersifat filosofis dan juga politis. Karena menurut lazimnya tujuan itu ditetapkan sebagai peraturan atau undang-undang. Bagi Indonesia telah di tetapkan dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional secara umum, yakni Pendidikan Nasional Pancasila. Dari undang-undang atau kebijakan, dalam pendidikan, akan dipancarkan kedalam ketentuan-ketentuan bagi tujuan-tujuan lembaga tertentu, misalnya lembaga pendidikan tinggi, lembaga pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, pendidikan angkatan bersenjata, kejuruan dan sebagainya. Maksud dari itu semua adalah untuk memberikan secara umum tentang kualitas manusia yang dicita-citakan, sebagai hasil pengalaman edukatifnya pada lembaga-lembaga tersebut.
Pada Undang-Undang pendidikan dan Pengajaran Replubik Indonesia Serikat No. 4/1950 yang kemudian menjadi UU Pendidikan dan Pengajaran RI No. 12/1954, pada bab II pasal 3, menyebutkan tujuan pendidikan dan pengajaran: "Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air".
Dari runusan tujuan tersebut dapat diberikan penjelasan secara rinci, bahwa prinsip untuk membentuk manusia atau warga negara memiliki kriteria sebagai berikut:
          1. Susila: berbudi luhur, tenggang rasa, takwa kepada Tuhan YME, mempertinggi budi pekerti.
          2. Cakap: memiliki pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan dapat mengembangkan kreativitas.
          3. Sosial: sikap demokratis, mencintai sesama manusia, mempertebal semangat
            1. Kebangsaan
Dalam unsur demokratis akan didapat tiga prinsip, yaitu:
              1. Rasa hormat terhadap pribadi atau harkat sesama manusia;
              2. Kepercayaan bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran;
              3. Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan umum.
            1. Tujuan Intermedier sebagai motivasi operasional
Untuk mencapai tujuan, yakni terbentuknya manusia-maanusia yang menemukan jati dirinya, manusia-manusia dengan ciri-ciri sebagaimana dikemukakan di atas, memerlukan kerja serius, efisien, sistematis dan materi atau komponen-komponen yang relevan. Dengan demikian, diharapkan tujuan yang bersifat normatif, sangat umum dan luas itu mendapat bentuk yang nyata. Pemikiran mengenai cara tersebut akan menghasilkan bentuk organisasi beserta pengaturanya, yang secara umum disebut kurikulum. Kurikulum ini menjadi pedoman praktis dalam upaya melaksanakan tercapainya tujuan pengajaran. Berdasarkan kurikulum itu kemudian dibuat pedoman khusus, misalnya silabus, rencana pelajaran terurai, dan lain-lain. Namun demikian harus juga diingat bahwa petunjuk atau pedoman-pedoman khusus tersebut tidak mungkin dibuat sedemikian khusus dan terincinya sehingga meliputi setiap kemungkinan situasi yang dihadapi oleh setiap guru dalam setiap peristiwa mengajar untuk setiap siswa.
Dalam kaitan ini, maka dituntut adanya keaktifan guru untuk dapat menerjemahkan sendiri jiwa yang terkandung dalam tujuan yang dirumuskan secara umum dan luas itu, kedalam bentuk-bentuk yang lebih khusus. Guru harus dapat menafsirkan dengan tujuan-tujuan itu kedalam bahasa kejuruan. Cara untuk menggolongkan dari berbagai tujuan agar menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus dan konkrit dan taksonomi adalah merupakan cara klasifikasi yang logis dan fungsional. Dikatan logis dan fungsional maksudnya, tujuan-tujuan khusus itu akan menuju ketujuan akhir. Dengan cara demikian, guru akan memperoleh serangkaian tujuan yang relatif lebih mudah untuk dicapai dan dinilai.17

      1. Proses Membuat Pilihan dan Keputusan
  1. Dalam rangkain proses pemenuhan felt-needs-nya individu pada umumnya dihadapkan kepada sejumlah alternatif, dalam aspek maupun dalam tahapan:
  1. Instrumental behavior-nya (kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat ditempuh); dan
  2. Goal atau Incentive-nya (kemungkinan-kemungkinan sasaran, atau tujuan yang hendak dicapai)
  1. Mengingat hal tersebut di atas, individu diharuskan oleh situasinya untuk mengadakan pilihan diantara alternatif yang ada. Dalam hal ini faktor-faktor:
  1. Pertimbangan untung rugi (cost-benefit) dari setiap alternatif secara rasional diuji; disamping itu.
  2. Kemauan (the willingness) dan kata hati (the conscince of man) juga menentukan dalam proses pemilihan dan mengambil keputusan itu, karena resiko (akibat)-nya juga harus ditanggung. Dalam hal tertentu bentuk resiko tesebut kadang-kadang akan sampai kepada kemungkinan kehilangan kedudukan, kesempatan, harta benda, keluarga, bahkan jiwa dan raganya.
  1. Seandainya, individu menghadapi alternatif-alternatif yang mengandung motif-motif atau resiko untung-rugi atau positif-negatif yang sama kuatnya, dan proses pemilihan dan pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan dengan segera, maka dalam diri individu yang bersangkutan akan terjadi perang batin yang tidak berkesudahan dan berkeputusan (psychological conflict)
Sesuai dengan sifat atau resikonya dari setiap alternatif, ia akan mengalami kemungkinan:
  1. Approach-approach confict (kalau semua alternatif yang ada, sama-sama dikehendaki karena mengandung resiko yang sama-sama positif); atau
  2. Avoidance-avoidance confict (kalau semua alternatif yang ada, sama-sama tidak dikehendaki karena mengandung resiko yang sama-sama negatif); atau
  3. Approach-avoidance confict (kalau alternatif tertentu yang dikehendaki mengandung resiko yang positif, tetapi juga sekaligus negatif yang sama kuatnya).18

1 Abdul Rohman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta, Prenada Media Kencana, 2004), h.127-149.
2 Tuwuh Trisnayadi, Menggapai Cita-cita (Yogyakarta, Pustaka Insan Madani, 2007), h. 36.
311Sobri, Jihad, Rochman, Pengelolaan Pendidikan, 24-33.
4 Mohamad Surya, Psikologi Konseling (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003), h.106-109.
5 Rahman Shaleh,Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persepektif Islam, 145.
6 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung : Rosdakarya, 2000), h. 70-71.
7 Nasution, Diktatik, Asas-asas Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 75.
8 Oemar Hamatik, Psikologi Belajar dan Mengajar (t.t.p.,: Sinar Baru Algensi, 2007), h. 186-187.
9 Winarno Surahmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar (Bandung : Tarsito, 1984), h. 66.
10 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar (Malang : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1984), h. 33.
11 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar, 33.
12 Mulyadi, Pengantar Psikologi Belajar, 35.
13 Amier Dain Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya : Usaha Nasional, 1973), h. 163.
14 Amier Dien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, 164.
15 Amier Daien Indra Kusuma Pengantar Ilmu Pendidikan, 147.
16 Sukarto Indra Fachrudi dan Kasmiran Woeryo, Pengantar Psikolog Pendidikan (Malang : LP. IKIP, 1972), h. 81.
17 Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), h. 57-63.
18 Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, 41-42.

Urgensi Pendidikan Islam

Problem utama yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini adalah berkenaan dua masalah mendasar, yaitu masalah kualitas ( mutu ) pendidikan dan kontribusi lembaga pendidikan Islam bagi pembangunan nasional, khususnya dalam membentuk moralitas bangsa Indonesia. Masalah pertama, yakni mutu pendidikan Islam sampai saat ini harus diakui masih jauh dari harapan. Kualitas capaian pendidikan ketinggalan jauh jika dibandingkan dengan pendidikan umum. Hal ini bisa kita amati,out put (lulusan) dari lembaga pendidikan Islam (baik sekolah maupun madrasah) kualitasnya di bawah lulusan dari pendidikan umum.
Sedangkan masalah kedua, peran dan kontribusi lembaga pendidikan Islam dalam membentuk moralitas bangsa Indonesia masih mengundang pertanyaan banyak kalangan (terutama para ahli pendidikan). Seberapa besar pengaruh pendidikan agama dalam menanggulangi kemerosotan bangsa ini?. Pada kenyataanya moralitas bangsa telah rusak bahkan telah mencapai titik nadir berada di ambang kehancuran. Tindak kejahatan kriminalitas dengan berbagai bentuknya semakin meningkat,baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Kejahatan dan perilaku menyimpang telah melanda diseluruh aspek kehidupan, dan sedikit perilakunya adalah kalangan terpelajar (terdidik).1
Implikasi-implikasi globalisasi mencakup dimensi informasi dan komunikasi, ekonomi, hukum, politik, ilmu pengetahuan, budaya, dan agama. Pada dimensi ilmu pengetahuan, materealisme menggiring ilmu pengetahuan alam pada satu gagasan bahwa materi menempati posisi sentral. Materi dijadikan penjelas awal dan akhir dalam rangkaian panjang argumentasi ilmiah. Ilmu pengetahuan yang bersifat induktif dan bersumber dari pengalaman empirik ini menempati posisi sentral dalam dunia keilmuan, sementara ilmu sosial teologis yang bersifat deduktif dan bersumber dari aksioma-aksioma kewahyuan, kurang menjadi kerangka acuan pemikiran kontlempatif.
Padahal pengembangan ilmu pengetahuan tidak cukup dirumuskan dari kebenaran (justification) ilmu itu sendiri, melainkan harus dilihat bagaimana konteks penemuannya (context ofdiscovery) dengan tata nilai, etika dan moral. Sehingga ilmu dapat memberikan kesejahteraan hidup manusia lahir batin, bukan memberikan ilmu yang kering dan hanya bersifat fisik material belaka. Ilmu pengetahuan tidak boleh dipandang dari sisi praktisnya belaka, atau hanya untuk dapat mendapatkan kemudahan-kemudahan materi duniawi saja, melainkan harus terbuka pada konteksnya, yakni nilai-nilai agama. Ilmu pengetahuan harus menjadi jembatan untuk memahami hakikat ketuhanan. Perspektif keilmuan semacam ini memberikan peluang besar bagi proses islamisasi ilmu di era globalisasi.
Fenomena memprihatinkan yang bisa dicermati tengah melanda masyarakat modern saat ini (termasuk Indonesia) adalah munculnya praktek-pratek perekduksian fungsi pendidikan. Akurasi pendidikan hanya distandarkan pada upaya-upaya penyiapan tenaga kerja (praktisi) yang berorentasi materealistik semata, dengan dalih untuk mendukung industrialisaai modern dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kuantitas besar produk teknologi. Dalam menuju era globalisasi, Zamroni menawarkan gagasanya, bahwa dunia pendidikan harus melakukan reformasi dengan tekanan menciptakan sistim pendidikan yang lebih koperhensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan para peserta peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
Kualitas merupakan kosakata di dalam kehidupan modern. Pendidikan tidak terlepas dari ungkapan berkualitas. Lebih-lebih lagi di dalam dunia yang mengglobal dewasa ini dimana terjadinya persaingan dalam berbagai lapangan kehidupan, istilah kualitas merupakan suatu pengertian sehari-hari. Di mana-mana orang mencari produk yang berkualitas, servis berkualitas, dan pendidikan yang berkualitas. Produk dan servis yang berkualitas mudah dimengerti. Singkatnya produk dan servis tersebut memuaskan selera konsumen. Di dalam kaitan ini kualitas dapat diukur dalam arti memenuhi kreteria-kreteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kulitas tampaknya adalah sesuatu yang berbentuk. Namun kalau kita berbicara mengenahi kualitas pendidikan, maka sangat sulit diukur apa yang dimaksudnya dengan kualitas. Kualitas pendidikan merupakan suatu yang berbentuk, yang sukar diukur kecuali dengan upaya mengkuantitaskan segala sesuatu. Kualitas pendidikan dapat kita ukur dari berbagai segi. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari segi ekonomi, dari segi sosial politis, sosial budaya, dari perspektif pendidikan itu sendiri (educational perspective) dan dari perspektif proses globalisasi.2
Pendidikan merupakan masalah urgen untuk menjadi bahan perbincangan sepanjang masa, karena dalam pendidikan terdapat satu pembentukan pribadi manusia sesuai dengan fungsinya, yaitu menjadi khalifah di muka bumi, sebagaimana dalam firman Allah SWT:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئكَةِ إِنىِّ جَاعِلٌ فِى اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً
Terjemahnya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."3
Salah satu tujuan yang jelas dalam pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan oleh karenanya pendidikan menjadi sorotan yang paling penting dan sangat menggantungkan pertumbuhan bagi makhluk yang namanya manusia baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan agamanya. Sebagai manusia tentulah sangat bergantung pada sejauh mana ia berpendidikan karena orang yang terdidik dan tidak akan dibedakan dalam setiap perilaku dan kesehariannya. Salah satu asumsi yang jelas bahwa anak didik memandang sekolah sebagai bakal atau batu loncatan yang akan membuka dunia baru bagi pemenuhan hidupnya. Ia akan mencoba suasana baru dan lain sebagainya.
Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan bagian intregal dari program pengajaran pada setiap jenjang lembaga pendidikan. Pelaksanaan lembaga pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan oleh guru agama dalam membimbing dan membina anak didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
Dengan kata lain, konsepsi manusia yang sempurna menurut Islam sangat membantu dalam perumusan tujuan pendidikan Islam secara khusus. Konsep islam terhadap manusia adalah makhluk “fitrah” yang dimiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan diberi pendidikan. Sebagaimana hadits Nabi yang sering dijadikan legitimasi (acuan) oleh para ahli pendidikan
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَّاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِسَانِهِ
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan (dari kandungan ibunya) terlahir dalam keadaan fitrah (suci belum ada “nuktah” apapun). Maka orang tuanyalah (ayah dan ibunya) yang akan menjadikan (mempengaruhi) anak itu sebagai yahudi nasrani atau majusi” (Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim).4
Dengan bekal inilah maanusia memiliki potensi dasar untuk menerima pendidikan. Sehingga dengan demikian, melalui pendidikan diharapkan mampu menghasilkan manusia yang sempurna, baik dari aspek fisik maupun kejiwaan.
1 Ahmad Arifin, Politik Pendidikan Islam Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan di Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras Komplek Polri Gowok, t.t.), h. 29-30.
2 H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis (Jakarta: Rineka Cipta), h. 66.
3 Al-Qur’an, 2:30.
4 Imam Jalaludin bin Abi Bakar Assuyuti, Al Jaamiu Sohir, (Beirut-Lebanon: Dar Kotob Al Ilmiyah, 2004), h. 396. juz. 2.

Standar Kurikulum Taman Pendidikan al-Qur'an

A.    Tinjauan Standar Nasional Pendidikan

1.    Pengertian Standar Nasional Pendidikan
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban  bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mukia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggungjawab dan Undang-Undang No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengatur standar pendidikan di Indonesia.
Sedangkan arti dari standar itu sendiri adalah pernyatan-pernyataan yang luas tentang praktek dan merefleksikan tingkat kualitas yang diinginkan, dan berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia arti dari stadarisasi adalah penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dsb) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan; pembakuan, perlu adanya standarisasi.
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di dalamnya meliputi:
a.    Standar isi.
b.    Standar proses.
c.    Standar kompetensi lulusan.
d.    Standar pendidikan dan tenaga kependidikan.
e.    Standar sarana dan prasarana.
f.    Standar pengelolaan.
g.    Standar pembiayaan.
h.    Standar penilaian.
Sebagimana tercantum dalam Bab X, pasal 36 ayat 3 bahwasanya kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangaka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.    Peningkatan iman dan takwa.
b.    Peningkatan akhlak mualia.
c.    Peningkatan potensi, keceradsan, dan minat peserta didik.
d.    Keragaman potensi daerah dan lingkungan .
e.    Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
f.    Tuntutan dunia kerja.
g.    Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h.    Agama.
i.    Dinamika perkembangan global, dan
j.    Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

2.    Standar Kurikulum Taman Pendidikan al-Qur'an
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3 berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang menigkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa". Atas dasar amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa strategi pertama dalam melaksanakan pembaruan sistem pendidikan nasional adalah " pelakasanaan pendidikan agama dan akhlak mulia".
Dalam hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa: "tujuan pendidikan al-Qur'an adalah meningkatakan kemampuan peserta didik membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan kandungan al-Qur'an". Pendidikan al-Qur'an terdiri dari:
a.    Taman Kanak-kanak Al-Qur'an (TKQ).
b.    Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
c.    Ta'limul Qur'an lil Aulad (TQA).
d.    Dan bentuk lain yang sejenis.
Sedangkan kurikulum pendidikan al-Qur'an adalah membaca, menulis, dan menghafal ayat-ayat al-Qur'an, tajwid serta menghafal do'a-do'a utama yang tertulis dalam pasal 24 ayat 5.

B.    Tinjauan  Taman Pendidikan Al-Qur'an

1.    Pengertian Taman Pendidikan Al-Qur'an
Sejak agama Islam masuk ke Indonesia sampai saat ini upaya penyebaran dan penanaman nilai-nilai Islam kepada masyarakat terus dilakukan dan bahkan makin ditingkatkan, baik oleh pemerintah (Departemen Agama) maupun lembaga-lembaga keagamaan mulai dari tingkat pedesaan/ kelurahan sampai di kota-kota besar.
Bentuk kegiatan penyebarluasan dan penanaman nilai-nilai Islam itu sangat bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan/ daerah setempat antara lain melalui sarana:
a.    Pondok Pesantren.
b.    Guru Ngaji (di rumah, langgar, masjid).
c.    Madrasah Diniyah (lembaga non formal).
d.    Taman Kanak-kanak Al-Qur'an dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TKA/ TPQ).
Pendidikan Agama merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki arti penting dalam mensukseskan program pembangunan nasional, oleh sebab itu seluruh aktifitas pemerintah dan masyarakat yang mengarah pada penanaman nilai-nilai rohani/ keagamaan perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak.
Dalam UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 4 ditegaskan bahwa salasatu ciri manusia Indonesia yangmenjadi tujuan Pendidikan Nasional ialah manusia yang beriman dan bertaqwa. Untuk menjadikan manusia Indonesia beriman dan bertaqwa itulah, diperlukan pendidikan keimanan dan ketaqwaan, yang kita kenal dengan pendidikan agama.
Pengertian Taman Kanak-kanak Al-Qur'an (TKQ) adalah lembaga pendidikan dan pengajaran al-Qur'an bagi anak usia 4 sampai 6 tahun. Sedangkan Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah lembaga pendidikan dan pengajaran al-Qur'an bagi anak usia 7 sampai 12 tahun. Pengertian pokok antara TKQ dengan TPQ adalah pada usia anak didiknya, sedangkan mengenai dasar, sistem, metode dan materi yang diajarkan secara garis besar sama. Jadi Taman Kanak-kanak Al-Qur'an dan Taman Pendidikan Al-Qur'an adalah pengajian anak-anak dalam bentuk baru dengan metode praktis dibidang pengajaran membaca al-Qur'an yang dikelola secara profesional.

2.    Kurikulum Taman Pendidikan Al-Qur'an
a.    Pengertian Kurikulum
Perkataan kurikulum (curriculum) adalah kata benda yang berasal dari kata "curriculum" (bahasa latin), artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Kata kerjanya adalah "currere" (latin) = "courier" (Prancis) = "to run" (Inggris) = berlari. Perkataan tersebut, yang semula terbatas dalam dunia olahraga, lalu beralih ke dunia pendidikan, yaitu dengan pengertian tradisonal sebagai berikut:
1.    Rencana pelajaran (curriculum is a plan for learning).
2.    Sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.
3.    Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah.
4.    Sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah.
Sedangkan dalam pengertian modern, kurikulum diartikan sebagai program pendidikan, yaitu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kaitan ini, pemerintah (Depdikbud) membakukan pengertian kurikulum dengan pengertian yang operasional, dan tidak terlalu luas seperti dalam pengertian modern. Dalam hal ini, pengertian kurikulum yang berlaku dirumuskan sebagai "Garis-garis Besar Program Pengajaran" (GBPP) yang di dalamnya terdiri dari: Komponen Tujuan, Bahan Pengajaran, Program Pengajaran (alokasi waktu), Metode, Sarana dan Sumber, dan Komponen Evaluasi, ditambah dengan panduan operasional lainnya.


b.    Asas Penyusunan Kurikulum
Taman Kanak-kanak Al-Qur'an dan Taman Pendidikan Al-Qur'an adalah lembaga luar sekolah (nonformal) jenis keagamaan. Oleh karena itu muatan pengajarannya lebih menekankan aspek keagamaan Islam dengan mengacu pada sumber utamanya, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Hal itu pun dibatasi dan disesuaikan dengan tarap perkembangan anak, yaitu kelompok usia 4-12 tahun (usia TK/ SD/ MI). Dengan demikian, porsi pengajarannya tebatas pada pemberian bekal dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan keagamaan, misalnya pengajaran baca tulis al-Qur'an, pengajaran sholat, hafalan surat dan ayat al-Qur'an serta do'a harian, penanaman aqidah dan akhlaq, dan lainnya.
1.    Asas Agamis
a.    Islam adalah agama dan tatanan hidup yang bersifat universal, berlaku dan patut diberlakukan sepanjang hayat, termasuk dalam kehidupan anak-anak. Oleh karenanya, nilai-nilai dan norma-norma agama ini (Islam) wajib diwariskan oleh umatnya dari zaman ke zaman, termasuk pewarisan kepada generasi pelanjut.
b.    Al-Qur'an sebagai rujukan utama tiap pribadi muslim wajib dibaca, dofahami, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran membaca dan mempedomaninya adalah merupakan konsistensi keberimanannya. Di lain pihak, Allah memberikan jaminan bahwa al-Qur'an pada dasarnya mudah untuk dibaca, dihafal dan dijadikan pengajaran.
c.    Pendidikan anak, termasuk dalam hal pengajaran baca dan tulis al-Qur'an dan sholat bagian dari kewajiban orang tua yang harus dibudidayakan sejak dini dilingkungan keluarganya.
Nabi bersabda:"Didiklah anak-anakmu atas tiga dasar pendidikan (yaitu) mencintai Nabimu, mencintai keluarganya (ahlul bait) dan membaca al-Qur'an".
d.    Agama pun mengajarkan bahwa tingginya kualitas dan derajat manusia terletak pada iman dan ilmu yang dimilikinya, sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur'an:
يرفع الله الذين أمنوا والذين أوتوا العلم دراجات
            Terjemahnya:"jkjlklk"
2.    Asas Filosfis
a.    Pancasila adalah falsafah hidup bangsa yang mengandung nilai-nilai yang tidak bertentangan (dan tidak untuk dipertentangkan) dengan Islam yang bersifat universal. Dengan demikian. Menjadi muslim yang taat, dalam ikatan kebangsaan Indonesia, adalah sekaligus sebagai pancasilais yang baik.
b.    Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dan utama dalam rangkuman pancasila adalah landasan kehidupan berbangsa yang menghedaki agar tiap warganya beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Da pentingnnya pemilikan dan peningkatan iman dan taqwa tersebut tersurat dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
c.    Iman dan Taqwa terhadap Allah Swt mempunyai konsekuensi kewajiban untuk berpegang teguh kepada al-Qur'an, itulah kitab Allah yang tidak mengandung keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk/ pedoman bagi orang-orang yang bertaqwa. Dengan kerangka pemikiran filosofis ini maka pengajaran dan pemasyarakatan al-Qur'an yang diprogramkan dalam kurikulum TKA/ TPQ menjadi cukup beralasan.
3.    Asas Sosio-Kultural
a.    Mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam. Kondisi sosio kultural ini menjadi asas tersendiri dalam penyusunan kurikulum TKA/ TPQ. Seiring dengan itu, tradisi mengaji al-Qur'an mempunyai akar budaya yang kuat. Tradisi khataman al-Qur'an untuk kalagan anak-anak misalnya,dengan ragam acara dan upacara yang menyatu dala budaya kedaerahan sejak zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan cukup melembaga. Adalah cukup beralasan apabila kemudian pemerintah sendiri memandang penting adanya upaya peningkatan kemampuan baca tulis al-Qur'an bagi umat Islam, dalam rangka peningkatan penghayatan dan pengamalan al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari (SKB 2 Menteri/ Medagri dan Menagri No. 128 dan 44 A tanggal 13 Mei 1982).
4.    Asas Psikologis
a.    Tarap perkembangan
b.    kjlkl
c.    klkk
3.    Tujuan Pendidikan dan Pengajaran TPQ
Taman Kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Qur'an bertujuan menyiapkan anak didiknya agar menjadi generasi muslim Qur'ani, yaitu generasi yang mencintai al-Qur'an sebagai bacaan dan sekaligus pandangan hidupnya sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan ini, Taman Kanak-kanak al-Qur'an dan Taman Pendidikan al-Qur'an perlu menentukan target operasionalnya yang meliputi target jangka pendek dan jangka panjang, yaitu sebagai berikut:
A.    Target Jangka Pendek (1-2 Tahun)
1.    Anak dapat membaca al-Qur'an dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid.
2.    Anak dapat melakukan sholat dengan baik.
3.    Anak hafal beberapa surat pendek, ayat pilihan dan do'a sehari-hari.
4.    Anak dapat menulis huruf al-Qur'an (huruf Arab).
B.    Target Jangka Panjang (3-4 Tahun)
1.    Anak dapat menghatamkan al-Qur'an 30 juz.
2.    Anak mampu mempraktekkan lagu-lagu dasar qiro'ah.
3.    Anak mampu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi teman segenerasi (berakhlak mulia) .

4.    Program Pengajaran TPQ
Program pengajaran disusun dengan merujuk pada sistem semester dan pengelompokan santri yang terdiri dari kelompok Taman Kanak-kanak al-Qur'an (kelompok umur TK) dan kelompok Taman Pendidikan al-Qur'an (kelompok umur SD/ MI). Tiap kelompok santri terdiri dari dua paket program, yaitu Paket A dan Paket B dengan rentang waktu 1 tahun (12 bulan) atau dua semester (2x6 bulan). Teknik penyususnannya dibuat dalam bentuk matrik dengan struktur sebagai berikut:
Urutan ke bawah (vertikal) adalah berupa topik materi pengajaran terdiri dari materi pokok, materi penunjang dan muatan lokal. Urutan ke samping (horizontal) adalah berupa tahapan target pencapaian tiap topik pengajaran dari bulan ke bulan, mulai bulan Juli (KBM bulan ke 1) dan bulan-bulan berikutnya dalam penanggalan kalender dua semester. Dan struktur program pengajaran di atas merupakan bahan rujukan bagi pengelola unit (kepala TK/ TPQ) serta guru, yaitu:
1.    Sebagai bahan rujukanuntuk menyusun dan menetapkan jadwal pengajaran (jadwal KBM intra kurikuler, ektra kurikuler, evaluasi dan lain-lain).
2.    Sebagai bahan rujukan untuk menyusun persiapan tertulis dalam bentuk program kegiatan mingguan dan kegiatan harian.
Tabel. 2 Contoh Jadwal Program Pengajaran Taman Kanak-kanak Al-Qur'an Paket A (12 Bulan)

No    Paket Pengajaran    Semester I    Semester II    Ket      
I    Materi Pokok    1    2    3    4    5    6    1    2    3    4    5    6          
    1. Bacaan Iqro                                                          
    1) Iqro' Jilid I    x    x    +                                              
    2) Iqro' Jilid II            x    x    +                                      
    3) Iqro' Jilid III                    x    x    +                              
    4) Iqro' Jilid IV                            x    x    +                      
    5) Iqro' Jilid V                                    x    x    +              
    6) Iqro' Jilid VI                                            x    x          
                                                              
    2. Hafalan Bacaan Sholat                                                          
    1) Do'a Sebelum Wudhu    x    +                +                +    +    +          
    2) Do'a sesudah Wudhu    x    +                +                +    +    +          
    3) Do'a Iftitah        x    +            +                +    +    +          
    4) Bacaan al-Fatihah    x    +                +                +    +    +          
    5) Bacaan Ruku'            x    +        +                +    +    +          
    6) Bacaan I'tidal                x    +    +                +    +    +          
    7) Bacaan Sujud            x    +        +                +    +    +          
    8)Bacaan Duduk diantara dua Sujud                    x    +                +    +    +          
    9) Bacaan Tasyahud                        x    +            +    +    +          
    10Bacaan Sesudah Sholat                            x    +    +    +    +    +          
                                                              
    3. Hafalan Surat Pendek                                                          
    1) Surat al-Ikhlas    x    +                +                +    +    +          
    2) Surat al-Kautsar        x    +            +                +    +    +          
    3) Surat al-'Ashar        x    +            +                +    +    +          
    4) Surat al-Nashar            x    +        +                +    +    +          
    5) Surat al-Lahab                x    +    +                +    +    +          
    6) Surat al-Falaq                    x    +                +    +    +          
    7) Surat an-Naas                        x    +            +    +    +          
    8) Surat al-Kafirun                            x    +        +    +    +          
    9) Surat al-Ma'un                                x    +    +    +    +          
                                                              
    4. Latihan Praktek Sholat                                                          
    1) Latihan Wudhu                x    x    x    x    x    x    x    x    x          
    2) Latihan Sholat                x    x    x    x    x    x    x    x    x          
    3) Latihan Adzan                            x    x    x    x    x    x          
                                                              
II    Materi Penunjang                                                          
    1. Do'a & Adab Harian                                                          
    1) Memperoleh Rahmat    x                    +                    +    +          
    2) Mulai Belajar    x    +                +                    +    +          
    3) Kelancaran Bicara        x    +            +                    +    +          
    4) Akhir Pertemuan            x    +        +                    +    +          
    5) Sebelum Makan                x    +    +                    +    +          
    6) Sesudah Makan                    x    +                    +    +          
    7) Berpakaian                        x    +                +    +          
    8) Bercermin                            x    +            +    +          
    9) Masuk WC                                x    +        +    +          
    10) Keluar WC                                    x    +    +    +          
    11) Sebelum Tidur                                        x    +    +          
    12) Sesudah Tidur                                            x    +          
                                                              
    2. Tahsinul Kitabah                                                          
    1) Mencontoh cara penulisan huruf berkarakter tegak, datar, miring, dan lengkun kanan            x    +                                          
    2) Mencontoh cara penulisan huruf  tunggal awal, tengah dan akhir berkarakter tegak, datar, miring, dan lengkun kanan                x    +                                      
    3) Mencontoh cara penulisan huruf tunggal bergerigi dan lengkung kiri                    x    +                                  
    4) Mencontoh cara penulisan huruf tunggal awal, tengah dan akhir bergerigi lengkung kiri                        x    +                              
    5) Mencontoh cara penulisan angka Arab                            x    +                          
    6) Mencontoh cara penulisan huruf sambung berhuruf dua, tiga. empat                            x    +                          
    7) Mencontoh cara penulisan huruf sambung berhuruf lima, enam, tujuh                                x    +                      
    8) Seni mewarnai kaligrafi dan aneka gamar                                    x    x    x    x          
                                                              
III    Muatan Lokal*)
(pilihan bebas/tidak mengikat)                                                          
    1) Bahasa Arab Populer                                                          
    2) Bahasa Inggris Populer                                                          
    3) Kreativitas seni                                                          
    4) Olah raga                                                          
    5) Seni bela diri                                                       

Keterangan:
x : Alokasi waktu pembelajaran
+ : Alokasi waktu pengulangan/ pemantapan
*): Alokasi waktu pembelajaran Muatan Lokal disesuaikam dengan paket yang dipilih serta situasi dan kondisi unit yang bersangkutan.




5.    Metode Pengajaran TPQ
Metode adalah suatu cara yang sistematis untuk mencapai tujuan, yaitu untuk mennyampaikan sebuah materi kepada anak didik. Ada beberapa cara yang dilakukan dalam menyampaikan baca tulis al-Qur’an, pada dasarnya semua metode yang digunakan adalah agar anak bias menyenangi materi yang diberikan dan agar anak suka belajar.
Di bawah ini akan dikemukan beberapa metode didalam pengebangan pengajaran al-Qur’an, karena sebenarnya banyak sekali metode yang telah berkembang di Indonesia, diantaranya adalah:
1.    Metode al-Barqy
Metode ini disusun oleh Muhadjir Sulthon yang dikembangkan pertama kali di Surabaya. Pengajaran metode ini dikenal dengan pendekatan global atau Gestald psikologi yang bersifat analistik sintetik (SAS).
Yang dimaksud SAS ialah penggunaan struktur kata atau kalimat yang tidak mengikutkan bunyi mati/ sukun, dan menggunakan kata lembaga (struktur). Pada metode ini setelah santri mengenal dan dianggap bias pada pengenalan cara menulis, cara menulis ini diawali dengan meniru tulisan yang masih berupa titik-titik untuk ditebali dengan pensil, setelah dianggap baik dan bisa, baru melanjutkan untuk mengganti di kertas lain.
Metode ini tidak banyak memakan waktu bagi anak karena hanya diperlukan waktu 1 x 8 jam per minggu, sedangkan bagi remaja serta orang dewasa yang baik hanya diperlukan 1x6 jam per minggu.
2.    Metode  Iqra’ Klasikal
Di Indonesia, gerakan pemberantasan buta huruf al-Qur’an yang menggunakan metode iqra’ telah semarak dalam bentuk Taman Kanak-kanak al-Qur’an dan Taman Pendidikan al-Qur’an. Di sekolah dasar di Indonesia juga dikembangkan metode yang sesuai yang dapat mengantarkan murid mampu dalam membaca al-Qur’an dalam waktu yang relative singkat sesuai dengan keterbatasan jam pelajaran yang tersedia.
Metode ini disusun oleh salah satu team tadarrus AMM yaitu KH. As’ad Humam. Metode ini disusun sebagai kelanjutan dari metode sebelumnya, metode pertama kali dikembangkan didaerah Yogyakarta kemudian disebarkan ke daerah lain. Metode ini merupakan ringkasan dari metode iqra’ yang awalnya sampai 6 jilid kemudian diringkas menjadi satu buku yang tebal mencapai 61 halaman. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik cepat bisa membaca al-Qur’an. Selain itu untuk menjawab tuntutan bagi anak atau orang dewasa yang akan beljar al-Qur’an tetapi mempunyai waktu yang terbatas.
Pada metode ini pengenalan huruf hijaiyah awal hingga akhir dengan menggunakan harakat dan untuk bacaan tajwid, tidak langsung dikenalkan macam-macam bacaan tetapi diberikan tuntunan membacanya, setelah menguasai semuanya akan diberikan materi tajwid.
3.    Metode al-Baghdadi
Metode ini sering juga disebut dengan metode kuno atau juz ‘amma. Cara penyampaiannya dengan membaca dan menghafal huruf-huruf hijaiyah, baru menginjak pada tanda-tanda fathah, kasrah, dhommah. Pada metode ini anak bisa mengetahui langsung nama-nama huruf hijaiyah tanpa harakat dan hafal secara berurutan.
4.    Metode Qira’ati
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh KH. Dachlan Salim Zarkasy dari Semarang. Di dalam metode ini santri diajarkan huruf-huruf hijaiyah yang sudah berharakat secara langsung tanpa mengeja.
Cara yang digunakan dalam materi ini hamper sama dengan metode iqra’ tetapi disertai dengan ketukan yaitu untuk bacaan pendek satu ketukan, sedangkan untuk bacaan mad dan idghom dua ketukan, dan mad wajib lima ketukan.
Beberapa metode ini telah berkembang di masyarakat Indonesia sampai sekarang. Metode ini yang dijadikan rujukan untuk belajar membaca al-Qur’an di seluruh Indonesia, agar anak secepatnya mampu dan menguasai dan membaca al-Qur’an serta mampu menulis huruf-huruf al-Qur’an dengan baik.

C.    Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

Menawarkan pendidikan yang bermutu tinggi adalah tujuan setiap lembaga pendidikan, begitu juga keinginan dari kepala sekolah sebagai orang yang sangat bertanggungjawab dilingkungan pendidikan, dalam hal ini ada beberapa upaya yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan maupun seorang kepala sekolah sebagai orang yang bertanggungjawab di lembaga yang dipimpinnya, yaitu :
1.    Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Oleh Lembaga Pendidikan
Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk lembaga pendidikan asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa  yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.
Untuk bisa menghasilkan mutu pendidikan yang baik terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu sebagai:
a.    Menciptakan situasi “menang-menang”  (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara pihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
b.    Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
c.    Setiap pimpinan harus berorientasi  pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu  dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
d.    Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada pelangggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut. Para pelanggan layanan pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok. Mereka itu adalah  pertama yang belajar, bisa merupakan mahasiswa/ pelajar/ murid/ peserta belajar yang biasa disebut klien/pelanggan primer (primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut.   Kedua, para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder  (secondary  external customers). Pelanggan lainnya yang  ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary  external customers).
Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu yang berasal  dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru/ dosen/ tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).Walaupun para guru/ dosen/ tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik kebanggaan maupun finansial. Seperti  disebut diatas bahwa program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan. Potensi perkembangan, dan keaktifan murid tentu saja merupakan yang paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Perkembangan fisik yang baik, baik jasmani maupun otak, menentukan kemajuannya. Demikian pula dengan lainnya, misalnya bakat, perkembangan mental, emosional, pibadi, sosial, sikap mental, nilai-nilai, minat, pengertian, umur, dan kesehatan; kesemuanya akan mempengaruhi hasil belajar dan mutu seseorang. Untuk itu, maka  perhatian terhadap paserta didik menjadi sangat penting.


2.    Upaya Kepala TPQ sebagai Administrator Pendidikan
Kepala TPQ merupakan personel sekolah yang bertanggunjawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan di TPQ. Ia mempunyai wewenang dan tanggungjawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan TPQ yang dipimpinnya. Kepala TPQ tidak hanya bertanggungjawab atas kelancaran jalannya TPQ secara teknis akademis saja, akan tetapi segala kegiatan, keadaan lingkungan TPQ dengan kondisi dan situasinya serta hubungan dengan masayarakat sekitarnya merupakan tanggungjawabnya pula. Inisiatif dan kreatif yang mengarah kepada perkembangan dan kemajuan TPQ adalah tugas dan tanggungjawab kepala TPQ. Namun demikian, dalam usaha memajukan TPQ dan menanggulangi kesulitan yang dialami TPQ baik yang berupa atau bersifat material seperti perbaikan gedung, penambahan ruang, penambahan perlengkapan, dan sebagainya maupun yang bersangkutan dengan pendidikan anak-anak, kepala TPQ tidak dapat bekerja sendiri. Kepala TPQ harus bekerja sama dengan para guru yang dipimpinnya, dengan orang tua murid serta pihak pemerintah setempat. Kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya adalah sebagai berikut yang juga merupakan upaya dari kepala TPQ itu sendiri dalam meningkatkan mutu pendidikan dilingkungannya secara maksimal:
1.    Kegiatan mengatur proses belajar mengajar.
2.    Kegiatan mengatur kesiswaan.
3.    Kegiatan mengatur personalia.
4.    Kegiatan mengatur perelatan pengajaran.
5.    Kegiatan mengatur dan memelihara gedung dan perlengkapan TPQ.
6.    Kegiatan mengatur keuangan.
7.    Kegiatan mengatur hubungan TPQ dengan masyarakat.
Fungsi pimpinan TPQ dalam kegiatan yang dipimpinnya berjalan melalui tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:
1.    Perencanaan.
2.    Pengorganisasian.
3.    Pengarahan.
4.    Pengkoordinasikan.
5.    Pengawasan.
Tugas lain dari seorang kepala TPQ adalah sebagai supervisor dalam masalah pembinaan kurikulum TPQ. Dalam pembinaan kurikulum tugas kepala TPQ yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a.    Kepala TPQ hendaknya dapat membimbing para guru untuk dapat meneliti dan memilih bahan-bahan mana yang baik yang sesuai dengan perkembangan anak dan tuntutan kehidupan dalam masyarakat.
b.    Membimbing dan mengawasi guru-guru agar mereka pandau memilih metode-metode mengajar yang baik, dan melaksanakan metode itu sesuai dengan bahan pelajaran dan kemampuan anak.
c.    Menyelenggarakan rapat-rapat dewan guru secara insidentil maupun priodik, yang khusus untuk membicarakan kurikulum, metode mengajar, dan sebagainya.
d.    Mengadakan kunjungan kelas yang teratur: mengunjungi guru sedang mengajar untuk meneliti bagaimana metode mengajarnya, kemudian mengadakan diskusi dengan guru yang bersangkutan.
e.    Mengadakan saling kunjungan kelas antara guru.
f.    Setiap permualaan tahun ajaran guru diwajibkan menyusun suatu silabus mata pelajaran yang akan diajarkan, dengan pedoman pada rencana pelajaran/ kurikulum yang berlaku di TPQ itu.
g.    Setiap akhir tahun ajaran masing-masing guru mengadakan penilaian cara dan hasil kerjanya dengan meneliti kembali hal-hal yang pernah diajarkan, selanjutnya mengadakan perbaikan-perbaikan dalam tahunajaran berikutnya.
h.    Setiap akhir tahun ajaran mengadaka penelitian bersama guru-guru mengenai situasi dan kondisi TPQ pada umumnya dan usaha memperbaikinya.
Dalam memimpin TPQ, demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan kepala TPQ pun harus memiliki karateristik sebagai berikut:
a.    Mempunyai jiwa kepemimpinan dan mampu memimpin TPQ.
b.    Memiliki kemampuan memecahkan masalah.
c.    Mempunyai ketrampilan social.
d.    Profesional dan kompeten dalam bidang tugasnya.
Dalam menjalankan tugasnya, kepala TPQ mempunyai peran ganda sebagai administrator, sebagai pemimpin, sebagai supevisor pendidikan. Untuk mendayagunakan sumber daya TPQ, maka dibutuhkan ketrampilan manajerial. Terdapat tiga bidang ketrampilan manajerial yang perlu dikuasai oleh kepala TPQ yaitu, ketrampilan konseptual (conceptual skill), ketrampilan hubungan manusia (human skill), ketrampilan teknik (technical skill). Ketiga ketrampilan manajerial tersebut diperlukan untuk melaksanakan tugas manajerial secara efektif, meskipun penerapan masing-masing ketrampilan tersebut tergantung pada tingkatan manajer dalam organisasi.
3.    Upaya Pengembangan Kurikulum TPQ
a.    Konsep Pengembangan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum merupakan bagian yang penting dari program pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan dari dua jenis proses, yakni pengembangan dalam arti perekayasaan (engineering) dan pengembangan dalam arti konstruksi. Proses pengembangan dalam arti pertama, terdiri dari empat tahap ialah menentukan fondasi yakni dasar-dasar yang diperlukan untuk mengemabangkan kurikulum; konstruksi ialah mengembalikan model kurikulum yang diharapkan berdasarkan fondasi tersebut; implementasi ialah pelaksanaan kurikulum; dan evaluasi ialah menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik.
Proses pengembangan kurikulum dalam arti yang kedua, yakni proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses 4 kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang evaluasi
Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum berdasarkan pola pikir manajemen, atau berdasarkan proses manajemen dengan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari: Pertama, Perencanaan kurikulum, yang dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif. Kedua, Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara struktural maupun secara fungsional. Ketiga, Implementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan. Keempat, Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum. Kelima, Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum. Keenam, Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.
b.    Asas-asas Pengembangan Kurikulum TPQ
1)    Asas Orientasi dan Konsistensi pada tujuan
Tujuan adalah komponen pertama dalam kurikulum. Keharusan orientasi pada tujuan serta konsistensi dalam mencapainya adalah ibarat orang yang mau melakukan peralanan, yaitu pentingnya menetapkan tujuan terlebih dahulu. Perjalana tapatjuan atau tanpa tujuan yang jelas adalah perjalanan sia-sia atau perjalanan tak menentu. Tujuan yang digariskan dalam kurikulum TK/ TPQ secara sturuktural bertitik tolak dari tujuan  yag sifatnya global (garis besar) yaitu tuuan pendidikan nasional, lalu diciutkan ke tingkat tujuan kelembagaan/ institusional, tujuan pembelajaran umum (TPU). Selanjutnya guru harus mengembangkannyake tingkat tujuan yang lebih spesifik yaitu tujuan pembelajaran khusus (TBK).
2)    Asas Kesinambungan
Program pengajaran dalam TK/ TPQ disusun dalam bentuk paket. Paket pengajaran tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam dua paket, yaitu paket A dan paket B. Dan tiap paket terdiri dari tiga kelompok materi, yaitu materi pokok, materi penunjang dan muatan lokal. Hal ini menjadi acuan dasar dalam mengembangkan asas kesinambungan. Kesinambungan adalah suatu proses berkelanjutan dan satu tahap pencapaian pengalaman belajar ke tahap berikutnya, baik klasikal maupun secara individual yang dipandu oleh guru secara insentif.
3)    Asas Keterpaduan
Asas keterpaduan ini menyangkut dua hal. Pertama keterpaduan dalam peyelenggaraan pendidikan dan pengajara anak, yaitu keterpaduan antar kegiatan di sekolah, di rumah, di lingkungan masyarakat. Kedua, keterpaduan dalam upaya mencapai tiga aspek pendidikan dalam individu anak, yaitu keterpaduan antara aspek pengetahuan (kognitif), aspek sikap (afektif), dan aspek ketrampilan (psikomotor). Untuk mewujudkan keterpaduan diantara tiga ligkungan pendidikan (di sekolah, rumah, masyarakat) harus dikondisikan dengan  cara menjalin hubungan kerjasama yang baik diantara figur-figur yang berperan di dalamnya, yaitu kepala TK/TPQ, guru, pihak orang tua dan masyarakat agar dapat memberikan pengawasan dan bimbingan khusus di rumahnya masing-masing, terutama menyangkut aspek sikap dan pengembangan prilaku anak, termasuk segi pembiasaan sholat, mengaji al-Qur'an, dan pembiasaan do'a sehari-hari.
4)    Asas Keluwesan
Keluwesan adalah termasuk prinsip yag logis dalam mengembangkan kurikulum karena kurikulum adalah merupakan program pengajaran dalam bentuk garis-garis besar. Asas keluwesan ini memungkikan adanya penguanan , penambahan atau penyesuaian tertentu dari apa yang tersurat dalam kurikulum mengingat kondisi objektif di lingkungan TK/TPQ yang bersangkutan. Yang penting asas keluwesan tersebut tidaklah menyimpang  dari tujuan dan pola-pola umum yang telah digariskan. Untuk itu guru harus memahami keseluruhan kurikulum yang berlaku dan menyesuaikannya dengan tingkat perkembangan yang ia hadapi di lingkungan unit kerjanya.
5)    Asas Efisiensi dan Efektivitas
Efisiensi adalah pendayagunaan segala sarana yang tersedia, termasuk penggunaan tenaga, waktu, dan dana secara hemat dan tepat guna. Dengan begitu seluruh program kegiatan belajar diharapkan dapat berjalan dengan tertib dan berhasil guna (efektif) dengan bukti keberhasilan yang bermutu. Efisiensi berkaitan dengan proses belajar mengajar sedangkan efektivitas berkaitan dengan hasil belajar (out put) yang mau dicapai.


c.    Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Tahap 1: Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembangan kurikulum melekukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi dan/ atau studi lapangan.
Tahap 2: Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistemik.
Tahap 3: Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4: Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.
Tahap 5: Pelaksanaan kurikulum
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah:
1.    Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sample yang lebih luas.
2.    Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang yang sama.
Tahap 6: Pelakasanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penilaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7: Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut.